Jumat, 29 Mei 2015

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN “Aklimatisasi Bibit Anggrek Hasil Kultur In Vitro ”__fitman



LAPORAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI  PERTANIAN

“Aklimatisasi Bibit Anggrek Hasil Kultur In Vitro ”






OLEH:
         KELOMPOK . V ( LIMA )

F I T M A N
D1B1 12 067





PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2014

I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kultur in vitro dianggap selesai pada saat terbentuk plantlet (tanaman kecil) yang mempunyai pucuk pada ujung yang satu dan akar pada ujung yang lainnya kemudian memindahkan plantlet tersebut ke tabah lingkunan kondisi alam. Masa ini merupakan masa kritis karena plantlet harus menyesuaikan diri dari kondisi heterotrof yang aseptic dan terpenuhi semua kebutuhan untuk proses pertumbuhan (hara, kelembaban dan cahaya matahari) menjadi kondisi autotrof yang aseptic dan kondisi alam yang serba tidak teratur. Di lingkungan autotrof tanaman didorong untuk mampu mengadakan fotosintesis sendiri sehingga dapat tumbuh dan berkembang. Masa penyesuaian diri (adaptasi) ini secara umum disebut aklimatisasi.
Bibit  anggrek yang dikembangkan menggunakan metode kultur jaringan telah banyak diproduksi dan dipasarkan dalam kemasan botol. Pemeliharaan bibit ini menjadi tanaman dewasa masih menemukan banyak permasalahan terutama pada fase aklimatisasi, yaitu  pemindahan bibit dari lingkungan aseptik dalam botol ke lingkungan non aseptik. Disamping kemungkinan tanaman sangat sensitif terhadap serangan hama dan penyakit, tanaman ini masih memiliki aktifitas autotrofik yang masih rendah, sulit mensintesa senyawa organik dari unsur hara anorganik. Tulisan ini menguraikan beberapa masalah fisiologis yang perlu mendapat perhatian dalam usaha meningkatkan baik aktivitas autotrofik maupun viabilitas bibit anggrek botol.
Pada anggrek epifit seperti Phalaenopsis, akarnya terletak pada lingkungan atmosferik sehingga disebut dengan akar udara. Berbeda dengan akar yang melakukan penyerapan unsur hara melalui tanah, akar udara ini memiliki adaptasi struktur yang berupa lapisan  pelindung yang disebut dengan velamen. Secara umum, velamen ini diyakini dapat  berfungsi untuk membantu penyerapan bahan terlarut yang berupa unsur hara. Akan tetapi, beberapa peneliti masih meragukan karena jaringan ini impermeable terhadap air.
B.     Tujuan dan kegunaan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara pembuatan media tanam bibit anggrek dari sabuk kelapa dan akar pakis pada teknik aklimatisasi.
















II.    TINJAUAN PUSTAKA
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptik ke bedeng (Koeswianti dan Tutik, 2013).
Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan (Hartanto, 2009).
Anggrek Dendrobium merupakan jenis Anggrek asli Indonesia yang mempunyai banyak warna, bentuk dan aroma yang khas, serta bunga Anggrek Dendrobium dapat bertahan kurang lebih 2 mingguan. Anggrek Dendrobium adalah salah satu genus Anggrek terbesar yang terdapat pada dunia ini. Diperkirakan Anggrek ini terdiri dari 1600 spesies (Amalia, 2007).
Aklimatisasi merupakan proses mengadaptasikan tanaman dari media in vitro di pindahkan ke media in vivo. Tanaman yang dapat tumbuh dalam keadaan in vitro jelas sangat berbeda dengan tanaman yang tumbuh pada keadaan yang biasa atau disebut  juga dengan in vivo. Oleh sebab itu tanaman in vitro harus mempunyai teknik khusus dalam pemindahannya ke media in vivo (Gunardi, 1985).
            Di dalam botol kultur, kelembapan hampir selalu 100%. Aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangat jauh berbeda. Kondisi di luar botol berkelembapan nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi dari pada kondisi di dalam botol.planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan (Zulkarnain, 2009).
Tahap aklimatisasi penting dilakukan mengingat tujuan kita mengkulturkan bagian tanaman adalah semata-mata untuk mengembangbiakkan tanaman agar diperoleh anakan baru agar nantinya dapat berproduksi. Tanaman yang tidak diaklimatisasi nantinya akan mengalami kekurangan nutrisi karena kandungan hara dalam media lama kelamaan akan habis mengingat jumlahnya juga terbatas (Nursandi dan Santoso, 2003).
Tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini merupakan tahap kritis dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan kelembaban 90-100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan dengan hal tersebut.Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan jaringan pembuluh yang belum sempurna (Wetherell, 1982).




III.  METODE PRAKTIKUM
A.    Tempat  dan  Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi Unit In Vitro  Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo pada hari Jum’at tanggal 31 Oktober 2014 pukul 02.00 WITA sampai selesai.

B.     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pinset, timbangan analitik, hand sprayer, baskom, beaker gelas, spatula, ember, keranjang tempat penyimpanan bibit pakis dan pot penampa, peniris dan aluminium foil.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu air, akar pakis, sabuk kelapa, kertas, plastik, fungsida, bakterisida dan bibit anggrek dan aquades.
C.    Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam praktikum ini yaitu adalah sebagai berikut:
a.      Dikeluarkan bibit dari botol
·         Mengisi  air ke dalam bibit botolan, kemudian dikocok-kocok di buang airnya,
·         Bibit dikeluarkan dari botol menggunakan pinset satu persatu,
·         Mencuci bibit hingga bersih dari media agar,
·         Akar yang terlalu panjang dapat di potong menggunakan gunting,


b. Penimbangan
·         Menimbang bakterisida sebanyak 2 gram/L air dan fungisida pada masing-masing media
·         Menimbang fungisida 0,5 gram/L air pada masing-masing media dan masukkan planlet sebanyak 2 ulangan,
c. Direndam bibit dalam larutan fungsida
·         Bibit direndam selama 5 menit dalam larutan  bakterisida dan fungisida,
·          Meniiriskan bibit anggrek dan dihampar diatas kertas,
·          bibit dikelompokan berdasarkan umurnya,
d. Diisi media dalam wadah dan penanaman
·         Media sebelum digunakan direndam dalam larutan fungsida dan bakterisida,
·         Mengisi dengan media ¾ tinggi pot,
·         Menanam planlet dalam pot terdiri dari 2-3 planlet,
·          planlet yang sudah ditanam disungkup dengan plastic,
·         Menempatkan pada tempat yang intensitas cahaya matahari 35-45%, suhu malam 18-24oC, siang 21-32oC, dan kelembaban 60-85% dan mempunyai aerasi/sirkulasi udara yang baik,
·         Melakukan penyiraman,
·         Pengamatan



IV. HASIL DANN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
            Hasil pengamatan praktikum dapat dilihat pada table dibawah ini :
NO
HARI PENGAMATAN
KETERANGAN
1
Minggu pertamana
Tanaman dalam keadaan sehat dan tidak terkontaminasi
2
Minggu kedua
Tanaman dalam keadaan sehat dan tidak terkontaminasi
3


Minggu ketiga
Tanaman dalam keadaan sehat dan tidak terkontaminasi

B. Pembahasan
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media sabut kelapa, tanah atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi penting dilakukan mengingat tujuan kita mengkulturkan bagian tanaman adalah semata-mata untuk mengembangbiakkan tanaman agar diperoleh anakan baru agar nantinya dapat berproduksi. Tanaman yang tidak diaklimatisasi nantinya akan mengalami kekurangan nutrisi karena kandungan hara dalam media lama kelamaan akan habis mengingat jumlahnya juga terbatas.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dalam praktikum, maka dapat diketahui bahwa media yang dipakai dalam tahap aklimatisasi yaitu berupa media sabut kelapa dan akar pakis yang telah disterilsasi sebelumnya dengan cara di kukus, proses sterilisasi dimaksudkan agar media tidak terkontaminasi bakteri atau cendawan yang nantinya akan menggangu pertumbuhan tanaman. Media sabut kelapa dipakai karena memilki pori-pori yang lebih besar dibandingkan tanah pada umumnya, hal ini dimungkinkan agar tanaman hanya mengambil nutrisi yang diperlukan. Penggunaan pot sebagai tempat bagi media tanam di maksudkan agar lebih mudah mengontrol setiap planlet dan memiliki ukuran yang sesuai dengan ukuran planlet yang kecil.
Sebelum ditanam, planlet diberi perlakuan terlebih dahulu yakni merendamnya dalam larutan fungisida dan hormone. Perlakuan ini dimaksudkan agar tanaman terbebas dari kontaminasi cendawan dan perlakuan hormon dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan bagian vegetatif tanaman.
Keberhasilan tumbuh pada tahap ini masih sangat minim, bila persentase tumbuh telah mencapai 50 % maka dapat dikatakan proses aklimatisasi tersebut berhasil. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti suhu yang tidak tetap, faktor keterampilan dan ketelitian pun sangat berpengaruh pada tahapan ini. Selain itu pemberian air setiap saat juga sangat diperlukan oleh planlet karena merupakan tahap penyesuaian agar tidak mengalami kematian.



KKKKNLHKHG

V. PENUTUP
A. Kesimpulan
            Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa aklimatisasi tanaman yang di lakukan dalam pot yang berisi media sabut kelapa dan akar pakis yang telah disterilisasi memiliki manfaat  agar planlet  tidak terkontaminasi  oleh mikroorganisme yang merugikan. 

B. Saran
            Saran saya dalam praktikum ini semoga praktikum kedepannya lebih baik lagi.






DAFTAR PUSTAKA
Amalia. 2007. Evaluasi Pertumbuhan In Vitro dan Produksi Umbi Mikro Beberapa Klon Kentang (Solanum tuberosum L.) Hasil Persilangan Kultivar Atlantik dan Granola. Skripsi. Program Studi Hortikultura Fakultas Pertanian Bogor.

Gunardi. 1985. Anggrek untuk pemula. Penerbit Angkasa, Bandung.
Hartanto. D.  2009. Induksi Umbi Mikro Tanaman Daun Dewa (Gynura pseudochina) Lour DC Secara In Vitro Pada Beberapa Konsentrasi Sukrosa dan Retardan. Skripsi. Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Koeswianti dan Tutik. 2013. Biologi Kultur Jaringan. Bahan Ajar Kuliah Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Diperbaharui 01 Maret 2013.

Nursandi dan Santoso. 2003. Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. Bogor. IPB Press.

Sukri. 2001. Kutur Jaringan dan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agro Media Pustaka; Jakarta .

Zulkarnain. 2009. Kultur jaringan Tanaman Solusi Perbanyak Tanaman Budi Daya. Bumi aksara: Jakarta.